Poerwoto Hadi Poernomo Sang Pendekar Bagian 3

 MPPalembang

Semuanya dilatih ayah anda?
Tidak saya sendiri yang mengajar. Ayah kadang-kadang memberi nasehat. Saya sebenarnya mengharap ayah turun langsung. Tapi dia selalu melalui saya. Walau pun dekat masih menjaga jarak. Sampai saya berpikir, apakah ayah memang menempatkan saya pada posisi itu? Kadangkala ia hanya memberi petunjuk lisan, prakteknya tetap saya yang lakukan. Seperti prinsip-prinsip perkelahian selalu saya dan Budi yang harus maju.

mas poeng sang pendekar
Mas Poeng dan Kudi
Apa sih kelemahan utama perguruan-perguruan silat yang ada?
Ada beberapa perguruan yang selalu menekankan diri pada prestasi. Secara organisasi mereka eksis karena itu syarat menjadi anggota IPSI. Tapi banyak perguruan silat, yang karena ingin memasukkan atlet lebih banyak dalam pertandingan, kemudian memecah mantelnya. Mereka kemudian menjadi beberapa perguruan. Seperti POPSI yang didirikan pendekar tua yang biasa saya panggil Mbah Djojo. POPSI ini kemudian membuat perguruan-perguruan kecil supaya semakin banyak atletnya yang dapat ikut pertandingan. Belia nggak memikirkan konsekwensi perpecahan. POPSI itu dengan Bayu Manunggal kebih menekankan segi prestasi di olahraganya.

Maksudnya organisasinya tidak berkembang?
Sebagai anggota IPSI, kan kepenuhan organisasi ada, hanya saja penekanan pada prestasi olah raga tadi. Sedangkan kita berpendapat, kalau kita tidak melihat pencak silat selain bela diri, maka silat itu akan punah dengan sendirinya.

Generasi belakangan ini maunya mempelajari sesuatu yang ada manfaat buat dirinya. Kalau silat sebagai bela diri kan sulit. Kita sudah punya dasar hukum apalagi alat-alat bela diri lebih canggih seperti senjata api. Kalau silat sebagai bela diri tidak mungkin akan berkembang, paling hanya dapat bertahan. Sedangkan silat sebagai prestasi, paling banter hanya prestasi nasional. Prestasi internsional belum diakui, belum ada di Olympiade.

Karena itu MP mencoba melihat manfaat yang lain. Ternyata ada ilmu getaran, yang dapat kita aplikasikan untuk tuna netra. Berarti  kan melipatgandakan kegunaannya? Dengan mata yang dalam, tuna netra mampu meningkatkan mobilitasnya. Tidak menutup kemungkinan mereka mampu membaca majalah dengan huruf latin. Dengan tenaga getaran ini bukan tidak mungkin seorang tuna netra nanti mampu mengoperasikan komputer.

Apa ilmu getaran ini bisa dipakai untuk menyerang?
Ini tergantung, Mas. Jangan terlalu sadis. Saya nanti dianggap terlalu sombong. Ilmu getaran ini nanti berkembang ke arah sesuatu yang masih kita sembunyikan, karena sangat berbahaya. Bahaya sekali, Mas……..
Kita berani mengeluarkannya karena sudah ada back-up pemikiran ilmiah. Kalau tidak pakai itu, nanti kita disangka ilmu magic. Padahal nggak, semua ada pemikiran ilmiah itu, kita bisa tahu bagaimana kemampuan tubuh kita. Bisa jadi kita sampai kesimpulan, bahwa kita ini robot paling canggih. Nah, kalau begitu kita akan bertanya siapa yang memprogram, siapa yang membuat… kan akhirnya ‘ke sana’ juga. Pencipta juga. Sekarang dengan ilmu getaran ini, anggota-anggota saya yang sudah jadi, mampu mendeteksi bahan peledak yang disembunyikan.

Jadi apakah mematikan lampu dengan getaran itu juga bisa?
Suatu saat atau sekarang mungkin juga bisa mas. Sekarang ini kita juga kembangkan pukulan tanpa menyentuh. Jadi walaupun tangan kita tidak menyentuh benda yang kita arah dapat hancur. Sekarang sedang percobaan. Mungkin tahun depan kita keluarkan.

Apakah semua ini anda sudah milik sejak mulai latihan?
Ya tetapi sesuatu yang tidak bisa saya jelaskan kepada kepada anggota asalnya kekuatan itu, saya tidak berani menjelaskan.

Artinya ilmu anda sudah mencapai tingkatan itu?
Bagaimana saya berani mengajar setir kalau saya tidak bisa mengajar setir, mas? Bahkan saya sering jadi kelinci percobaan. Tapi kadangkali saya bilang kepada mereka, kalau kalian mempelajari sesuatu, kalian harus yakin bisa melakukan, seperti ilmu getaran itu, itu kan menyatukan antara bahasa rasa dan logika. Itu sulit sekali. Dan mulanya memang ada keraguan itu. Toh nyatanya bisa.
Sekarang banyak yang menguasai itu. Ilmu memecah benda tanpa menyentuh pun sudah banyak yang menguasai. Kalau dengan yoga orang bisa mengangkat badannya setengah meter dalam beberapa jam.  Ini nanti yang akan memecahkan rahasia ilmu ginkang. Rahasianya, kalau kita bisa mengalahkan magnet bumi dan kita tambah sedikit power tentu kita dapat melenting.

Kembali ke masa 50-an, metode pelatihan yang dipakai ayah anda?
Ilmu itu kita pilah-pilahkan. Jurus-jurus yang ada kita urai, antara gerakan silat yang menyerang atau bertahan. Kita beri nama sesuai sifatnya misalnya pukulan lurus, pukulan silang atau keprukan. Satu jurus itu kita anggap satu kalimat yang terdiri dari beberapa abjad. Semuanya kita pakai bahasa Indonesia.

Sebelumnya tidak ada namanya?
Tidak ada. Saya mulai memberi nama 1968, ketika masih muda dan ayah masih hidup. Dengan dipecah-pecah jadi abjad ini anggote lebih mudah merangkai jurus sesuai yang diinginkan. Juga untuk lebih mengingatnya jadi lebih mudah. Kalau tidak ya sulit. Misalnya menjelaskan tendangan melingkar atas ke belakang. Kalau disebut bahasa indonesia kan sulit sekali. Maka dipakai isitilah circle atas. Atau bahasa jawa baku yang tidak di bahasa indonesiakan. Misalnya srimpet. Kalau bahasa indonesianya kan kaki kiri di depan kemudian kaki kiri ditarik kebelakang memutar melalui kaki kanan kembali kedapan. Ini namanya srimpet. Gerakannya  mau jatuh, padahal justru menghindari serangan sekaligus mendekati lawan. Jadi lawan posisi mati karena lawan tidak punya jarak menyerang kita.

Nah, kalau nama MP itu sendiri?
Itu ayah yang memberikan. MP itu sendiri merupakan singkatan dari kepanjangan yang merupakan filosofi dasar perguruan kita. Mer itu dari mersudi. Pa dari patitising tindak pusakane titising hening. Kalau dijelaskan : mencari sampai mendapatkan tindakan yang benar dengan dasar ketenangan, kejiwaaan atau dasar keimanan. Ini memang berat. Sebab kita di ajar benar di atas yang benar salah di atas yang salah. Ini yang berat. Apalagi kalau dilihat situasi dan kondisi secara keseluruhannya, sangat sulit.

Apakah juga berdasar pada nilai-nilai kejawen?
Saya tidak melihat itu. Sebab sendiri punya keyakinan juga. Ketepatan saya ini kristen dan dibaptis sejak kecil. Ayah saya juga kristen. Selalu dalam suatu titik tertentu kita mengadakan dialog diri tadi, menempatkan diri kita dalam posisi sebenarnya. Sehingga saat itu mencapai klimaks, sehingga dalam doa itu kita merasa ada komunikasi dalam diri. Makanya ketika berdoa ada yang sampai menangis segala.

Selamat membaca.

Baca selanjutnya Poerwoto Hadi Poernomo - Sang Pendekar Bagian 4.


Sumber: JAKARTA JAKARTA N0.285 14-20 Desember 1991.

Comments

idonybaca said…
Best casino games 2021 - DrMCD
Check out the best online 광주 출장마사지 casino games for you! Play real money slots, roulette, 익산 출장안마 blackjack, and much more, from 성남 출장안마 Microgaming's suite 부천 출장안마 of 여주 출장안마 progressive