Merpati Mencari Radiasi

Keunikan adalah salah satu ciri khas perguruan silat tangankosong Merpati Putih. Beberapa waktu yang lalu, perguruan ini membuat program latihan yang memungkinkan seorang penderita tunanetra bisa "melihat" lewat getaran. Jadi, bila ada seorang buta dengan "santai" berlenggang kangkung di tengah keramaian kota ataupun menyeberang jalan tanpa ragu, kemungkinan besar yang bersangkutan adalah murid Merpati Putih.

Kini, perguruan tersebut mengeluarkan "jurus" yang tak kalah uniknya, yaitu deteksi kebocoran radioaktif. Suprapto Purwijayanto, 51 tahun, penasehat Merpati Putih, menyebutkan program latihan deteksi kebocoran radioaktif ini adalah aplikasi baru dari "ilmu perkelahian dalam gelap". Program baru ini telah diujicobakan di Badan Tenaga Atom Nasional selama dua tahun terakhir, dengan hasil yang memuaskan. "Tidak sulit bagi yang sudah menguasai ilmu dasarnya," ujar Suprapto. Menurut Edi Wibowo, seorang pelatih Merpati Putih, untuk mengukur sejauh mana kebocoran radioaktif itu, digunakan prinsip radar. Ia mengumpamakan ihwal kipas angin yang berputar. Dalam jarak tertentu tak bisa dirasakan, tapi bila didekati akan nyata perbedaannya. "Demikian pula kalau kita mendeteksi kebocoran radioaktif. Kalau kita dekati, pengaruh isotop yang kita rasakan akan semakin kuat," ujar Edi, yang juga menantu pelukis dan koreografer Bagong Kussudiardjo ini.

Untuk menguasai ilmu perkelahian dalam gelap ini, seorang murid harus mengikuti serangkaian latihan: meditasi dan senam yang bisa menimbulkan tenaga. Misalnya seorang murid Merpati Putih hendak berlatih ilmu ini, yang pertama harus dilakukan adalah mengenal terlebih dahulu lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, ia bisa mendeteksi benda apa saja yang ada di lingkungan tersebut. Lantas, dengan berkonsentrasi, ia mengeluarkan tenaga yang akan berpancar ke lingkungan dan berpendar balik. Nah, pancaran tenaga yang membalik inilah yang lalu dikenali jenisnya. Ilmu perkelahian dalam gelap sebetulnya bukan barang baru.

Sejak 1962, ilmu ini adalah menu wajib murid perguruan ini, baik yang menempuh jalur biasa maupun khusus. Jalur biasa adalah yang murni bela diri, sementara yang khusus biasanya digunakan untuk penyembuhan. "Program perkelahian dalam gelap memang menjadi andalan karena merupakan inti dari ilmu yang harus dipelajari di perguruan ini," kata Suprapto. Mengingat latihan ilmu ini memerlukan tingkat konsentrasi tinggi, Suprapto menyatakan kemajuan satu murid juga tergantung bakat alam yang dimilikinya. "Orang yang berperilaku tenang akan lebih mudah berkonsentrasi dibanding orang yang sifatnya brangasan," ujar Suprapto.

Ilmu getaran ini sudah banyak digunakan untuk pengobatan, mencari barang yang hilang, sampai mencari seorang pembunuh. Misalnya saja, suatu waktu di kawasan Wijilan, Yogyakarta, pihak berwajib sedang mencari seorang pembunuh. Pencarian ini bukan lewat upacara seperti layaknya orang yang sedang kesurupan arwah mabuk yang turun dari langit. Soalnya, orang kesurupan tidak sadar, sementara metode ini mengharuskan pendeteksi sadar sepenuhnya. Lewat getaran, keberadaan pembunuh ini akhirnya diketahui. "Itu bisa dilakukan kalau kita tahu frekuensinya," ujar Edi.

Kemampuan semacam inilah yang membuat nama Merpati Putih, yang sudah memiliki 200 ribu murid, bergaung sampai ke luar negeri. Menurut Suprapto, saat ini banyak permintaan untuk melatih di negeri orang, terutama dari kalangan penderita tunanetra. Biasanya, seorang tunanetra menggunakan anjing sebagai penuntun. Untuk itu, biaya yang harus dikeluarkan cukup banyak karena setiap tiga tahun sekali harus membeli anjing. Dengan latihan ini, para penderita tunanetra tidak perlu lagi menggunakan anjing. "Rencana ini akan mulai dilakukan awal tahun depan," ujar Suprapto. Dengan pemanfaatan ilmu getaran tadi, Suprapto sangat yakin bahwa otak manusia ciptaan Tuhan ini memiliki kemampuan melebihi chip komputer. Yang paling baru, kata Suprapto, Merpati Putih saat ini sedang melakukan uji coba mendeteksi sumber minyak. "Dengan cara ini, biayanya akan jauh lebih murah," kata Suprapto. Bila berhasil, temuan ini akan dipatenkan seperti halnya jurus-jurus yang lain atas nama Yayasan Saring Hadipurnomo, nama yang diambil dari pendiri perguruan itu.

Bagaimana dengan perguruan silat yang lain?
Masing-masing punya keunikan.

Salah satunya adalah perguruan Bunga Karang. Perguruan yang didirikan H. Muhammad Benbella dari Banten pada 1985 ini memiliki jurus unik andalan yang berupa tenaga refleksi. Tenaga ini biasanya digunakan untuk pengobatan. Menurut Benbella, pria 37 tahun yang selalu tampil trendi, bila seseorang sudah mencapai tingkatan pendekar—tertinggi di perguruan itu—ia akan mampu mendeteksi jenis dan lokasi penyakit dalam tubuh seseorang. Tidak ada cara khusus, karena tenaga dari pendekar akan memancar dan mengobati pasien tanpa harus ada sentuhan. "Pokoknya, dengan tenaga refleksi ini, seorang pendekar akan langsung tahu penyakit seseorang. Ini karena pikiran kita sudah terbuka," ujar Benbella, yang juga seorang direktur utama sebuah perusahaan perjalanan haji dan umroh itu.

Selain tenaga refleksi, murid Bunga Karang juga dilatih tenaga dalam, kemampuan menahan panas api, juga mematahkan benda keras seperti gagang pompa. Namun, menurut Benbella, ilmu tertinggi di Bunga Karang bukanlah yang berupa jurus fisik. Di perguruan ini, tingkat tertinggi teraih bila seseorang makin dekat dengan Allah. Sebab itu, perguruan yang memiliki total murid 10 ribu ini rutin mengadakan pengajian tiap malam Jumat.

http://majalah.tempointeraktif.com
Yusi A. Pareanom, Setiyardi, L.N. Idayanie (Yogyakarta)

Comments